PETUALANGAN KU DI TUBAN JAWA TIMUR DI TEMPAT MAKAM TUNDUNG MUSUH DAN MAKAM NYA ASMORO KONDI
Perjalanan berpetualang ke tempat yang penuh dengan misteri2 ini aku paling suka dan termasuk hoby ku, dari arah barat pulau jawa saya menuju ke timur yaitu di kota Tuban........lalu saya melangkahkan kaki menyusuri jalan ke arah timur menuju ke Desa Blimbing Kabupaten Lamonngan, Jawa Timur.....ini aku punya misi mau bekerja sebagai foto amatier, tapi dengan berjalan kaki dari Tuban saya terhenti melihat makam menjorok mau ke tepian pantai dan saya sangat tertarik sekali hingga saya menjumpai salah se orang juru kunci dan memohon untuk bermalam di makam, lalu saya di perbolehkan, dan cerita punya cerita saya sangat tertarik sekali................
Perjalanan berpetualang ke tempat yang penuh dengan misteri2 ini aku paling suka dan termasuk hoby ku, dari arah barat pulau jawa saya menuju ke timur yaitu di kota Tuban........lalu saya melangkahkan kaki menyusuri jalan ke arah timur menuju ke Desa Blimbing Kabupaten Lamonngan, Jawa Timur.....ini aku punya misi mau bekerja sebagai foto amatier, tapi dengan berjalan kaki dari Tuban saya terhenti melihat makam menjorok mau ke tepian pantai dan saya sangat tertarik sekali hingga saya menjumpai salah se orang juru kunci dan memohon untuk bermalam di makam, lalu saya di perbolehkan, dan cerita punya cerita saya sangat tertarik sekali................
Di Desa Tasikmadu, tepatnya di dukuh Klamber terdapat makam keramat,
konon makam ini adalah makam Raden Gagar manik, putra kedua Sultan Mataram,
Sunan Seda Krapyak atau juga dikenal sebagai Pangeran Tundung mungsuh........Lokasi
makam ini tepatnya berada di kawasan pantai utara, Desa Tasikmadu,
keberadaan makam ini memang sangat lain dengan makam-makam pada umumnya, posisi
makam ini menjorok ke laut........Jika melakukan perjalanan melewati jalan dari
Tuban ke arah Blimbing, maka di sebalah kiri jalan terdapat pohon yang rindang
sedikit menjorok ke laut, maka itulah makam Pangeran Tundung mungsuh........Sejarah
lisan, menceritakan bahwa Raden Gagar manik memiliki sahabat yang bernama Empu
Supa, seorang pembuat keris-keris sakti yang berkat keahliannya itu ia sangat
terkenal sampai di Kerajaan Mataram.Empu Supa dipercaya membuat keris Sengkelat
yang dianggap pusaka bertuah............... Raden Gagar manik disebut sebagai
Pangeran Tundung mungsuh karena kesaktiannya untuk meng- embalikan musuh dari
arah utara Jawa yang akan menyerang Kabupaten Tuban.......dan di makam ini ada
beberapa juru kunci serta fersi cerita pun ber macam2 fersi, jadi kebenaran nya
ter kadang mirip terkadang tidak Cuma saya akan tulis semua cerita menurut
keyakinan mereka masing2 yang di atas kilasan cerita dan di bawah saya
mengoreksi cerita2 mereka hingga bertemu titik temu......
Dan aneh nya di Masyarakat Tuban belum begitu mengenal Makam Tundung Musuh
ini
Hampir tak ada seorangpun dari warga Kabupaten Tuban yang tidak mengetahui
Makam Pangeran Gagar Manik. Bahkan makam yang lebih dikenal dengan nama Tundung
Mungsuh ini telah dikenal oleh ribuan orang dari luar Kabupaten Tuban. Konon
cerita, makam tempat bersemayam Panglima Perang kerajaan Mataram Ngayogyakarta
Hadiningrat yang sempat menjadi murid salah seorang Wali di Tuban ini, masih
menyimpan “karomah” luar biasa besar. Bukan hanya orang-orang di sekitaran
Tuban semisal Lamongan, Bojonegoro dan Rembang di daerah tempat saya tinggal
sekarang, yang menziarahi makam ini Peziaran bahkan datang dari luar pulau
seperti Kalimantan dan Sumatera.
Namun ketenaran nama itu sangat bertolak belakang dengan kondisi real makam
yang menempati sebuah tanjung di Dusun Klamber, Desa Tasikmadu, Kecamatan
Palang tersebut. Air laut telah memakan sebagian besar area situs makam itu.
mendatangi lokasi makam dan bermalam beberapa hari dahulu masih sangat sepi
sekali.............. saya mohon izin sama sang juru kunci, dan di persilahkan
menginap nya beberapa hari, lalu me
lihat2 di area makam sangat lah memperihatin kan kelihatan tidak terurus,
cungkup makam.Bahkan fondasi mushala yang berada persis di sisi timur makam
terlihat bengkah terhantam ombak laut. ” Sekarang ini sudah agak lumayan
setelah puluhan bis beton pemberian seorang peziarah di pasang sebagai
penghalang ombak. Beberapa bulan lalu sepertiga fondasi mushala sudah menggantung,”
terang Mbah Mochtar (56), salah seorang Juru Kunci makam itu.
Menurut Mbah Mokhtar, separoh lebih dari makam yang ada di tempat itu telah
hilang terseret air laut pasang. Bahkan makam Pangeran Gagar Manik yang
diyakini sebagai tokoh utama dan paling berpengaruh di situs itu, kata Mbah
Mokhtar, saat ini sudah berada di tengah laut, 250 meter dari lokasi cungkup
saat ini. Untuk menjaga agar situs Tundung Mungsuh masih lestari, terpaksa
dibuatkan makam dan cungkup baru. Namun tampaknya cungkup baru itu-pun sebentar
lagi akan lenyap termakan gelombang laut pasang.
Di sepanjang tempat itu memang tidak terlihat adanya tanggul penahan gelombang laut permanen. yang
ada hanya berupa tumpukan batu setinggi satu meter. Itu pun kondisinya sudah porak-poranda
karena tidak mampu menahan gempuran gelombang yang kadang sampai setinggi tiga
meter. Mbah Mokhtar berharap Pemerintah setempat mempedulikan peninggalan
sejarah tersebut, agar generasi memandang tidak kehilangan rantai sejarah
bangsanya sendiri. “ Selama ini kami ya swadaya. Bis beton yang kami buat
tanggul di samping mushala itu hasil dari sumbangan pengunjung yang peduli.
Dari Pemerintah belum ada,” keluh Mbah Mokhtar.
Sasmito (51), juru kunci lainnya, membenarkan. Beberapa waktu lalu area sebelah
barat yang agak landai sudah termakan air laut. Dibantu sejumlah warga desa
setempat dan pengunjung, Sasmito dan tiga juru kunci lainnya bergotong royong
mengurugnya dengan pasir, sehingga akses jalan masuk ke makam kembali bisa
dilewati.
Menurut Sasmito, situs makam Tundung Mungsuh tersebut merupakan salah satu
situs makam yang perlu dijaga kelestariannya karena berkait langsung dengan
sejarah Kadipaten Tuban. Di tempat tersebut bersemayam salah seorang Senopati
dari Mataram, Pangeran Gagar Manik,yang konon sempat menjadi murid Syaikh
Ibarahim Ash-Shamarqandy atau Ibrahim Asmoro, kakek Sunan Bonang. Dinamakan
Tundung Mungsuh di tempat itulah tentara Mataram yang hendak menyerbu Tuban
bisa diusir. Gagar Manik, panglima pasukan penyerang tersebut konon berkhianat
dan malah membela prajurit Tuban, mengingat ia pernah berguru pada Syaikh
Ibrahim Ash-Shamarqandy. Ia pun kemudian memilih tempat itu sebagai tempat
mukimnya hingga ajal.
Sasmito mengaku setiap harinya 30-40 orang berziarah ke situs makam tersebut.
Para peziarah itu, katanya, malah kebanyakan orang dari luar Tuban. Sasmito
tidak tahu persis berapa pendapatan yang diperoleh dari pengunjung. Sebab,
menurut pengakuannya, kotak tempat para pengunjung memasukkan uang sebagai
“amal jariyah” bukan menjadi wewenangnya. Ia sendiri mengaku bekerja sebagai
salah satu juru kunci di makam tersebut tanpa upah pasti. Di makam itu ada
empat juru kunci yang bertugas merawat dan membimbing para peziarah.
Juru Kunci lain, Gojali (46), mengatakan, paling banyak isi kotak amal
tersebut Rp 500 ribu. Itu pun katanya, tidak bisa dipastikan setiap hari
mendapat
pemasukan sebesar itu. “ Rata-rata ya Rp 150 ribu. Malah yang sering ya nggak ada isinya, tidak ada kewajiban pengunjung mengisi kotak amal tersebut,” kata Gojali.
pemasukan sebesar itu. “ Rata-rata ya Rp 150 ribu. Malah yang sering ya nggak ada isinya, tidak ada kewajiban pengunjung mengisi kotak amal tersebut,” kata Gojali.
Dari pendapatan kotak amal tersebutlah empat juru kunci itu mengelola
makam Tundung Mungsuh. Beruntung apabila ada pengunjung yang memberi
lebih lantaran merasa telah terkabulkan hajatnya. Namun para juru kunci itu
mengaku lebih senang apabila sumbangan yang di berikan para peziarah berupa
material untuk perbaikan situs makam........
Situs makam Tundung Mungsuh sendiri tidak tercatat sebagai salah satu situs
yang perlu dilindungi oleh pihak berwenang di Pemerintahan. Gagar Manik sendiri
malah jarang disebut dalam kisah-kisah legenda Kabupaten Tuban. Alasannya,
tokoh Gagar Manik bukanlah figur penting dalam sejarah. Makamnya pun tidak
termasuk salah satu makam yang menjadi tujuan wisata spiritual. Hanya para
pengunjung yang memiliki hajat tertentu yang berziarah dan melakukan ritual di
tempat tersebut. Dan celakanya, banyak diantara pengunjung yang memanfaatkannya
untuk tujuan-tujuan keliru, dahulu pada waktu musim permainan judi di sini
banyak mereka memohon ilham supaya menang mendapatkan lotre/Nalo/Togel nya
sekarang......dan juga ada para pejiarah memohon kesaktian entah tujuan mereka
macam2 yang di ingin kan, celaka nya lagi mereka yang punya masalah banyak
datang kemari, kepercayaan mereka agar terhindar dari hujatan musuh dan hutang
piutang.......demikian lah kisah para pengunjung di makam ini macam2 ini hanya
sekilas saja atas tujuan mereka masing2........lalu saya melanjutkan melangkah
kan kaki kembali menuju Makam nya Asmoro Kondi tidak jauh dari tempat makam
Tunjung Musuh ini dari Desa Tasik Madu ke Desa Gisik Harjo Kecamatan Palang,
tidak lah jauh hanya beberapa kilo saja dengan jalan kaki sebentar saja sudah
sampai............
Syekh Ibrahim Asmoroqondi atau Syekh Ibrahim as-Samarqandi yang dikenal
sebagai ayahanda Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel), makamnya terletak di Desa
Gesik harjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. Syekh Ibrahim Asmoro qondi
diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh kedua abad ke-14.
Babad Tanah Jawa menyebut namanya dengan sebutan Makdum Ibrahim Asmoro atau
Maulana Ibrahim Asmoro. Sebutan itu mengikuti pengucapan lidah Jawa dalam
melafalkan as-Samarqandi, yang kemudian berubah menjadi Asmoro qondi. Menurut
Babad Cirebon, Syekh Ibrahim Asmoro qondi adalah putera Syekh Karnen dan
berasal dari negeri Tulen. Jika sumber data Babad Cirebon ini otentik, berarti
Syekh Ibrahim as-Samarqandi bukan penduduk asli Samarkand, melainkan seorang
migran yang orang tuanya pindah ke Samarkand, karena negeri Tulen yang di maksud
menunjuk pada nama wilayah Tyulen, kepulauan kecil yang terletak di tepi timur
Laut Kaspia yang masuk wilayah Kazakhstan, tepatnya dia arah barat Laut
Samarkand.
Dalam sejumlah kajian historiografi Jawa, tokoh Syekh Ibrahim Asmoroqondi
acapkali di samakan dengan Syekh Maulana Malik Ibrahim sehingga menimbulkan
kerumitan dalam menelaah kisah hidup dan asal-usul beserta silsilah
keluarganya, yang sering berujung pada penafsiran keberadaan Syekh Ibrahim
Asmoro qondi sebagai tokoh sejarah. Padahal, situs makam dan gapura serta
mihrab masjid yang berada dalam lindungan dinas purbakala menunjuk lokasi dan
era yang beda dengan situs makam Maulana Malik Ibrahim.
Menurut Babad Ngampel denta, Syekh Ibrahim Asmoroqondi yang dikenal dengan
sebutan Syekh Maulana adalah penyebar Islam di negeri Champa, tepatnya di
Gunung Sukasari.Syekh Ibrahim Asmoro qondi di kisahkan berhasil mengislam kan
Raja Champa dan di ambil menantu.Dari isteri puteri Raja Champa tersebut, Syekh
Ibrahim Asmoro qondi memiliki putera bernama Raden Rahmat. Di dalam Babad Majapahit dan Serat Wali songo , Syekh
Ibrahim Asmoro qondi dikisahkan datang ke Champa untuk berdakwah dan berhasil
mengislamkan raja serta menikahi puteri raja tersebut. Syekh Ibrahim Asmoro qondi
juga dikisahkan merupakan ayah dari Raden Rahmat (Sunan Ampel)....................
Di dalam naskah Nagara kerta bumi, Syekh Ibrahim Asmoro qondi di sebut
dengan nama Maulana Ibrahim Akbar yang bergelar Syekh Jati swara. Seperti dalam
sumber historiografi lain, dalam naskah Nagara kerta bumi, tokoh Maulana
Ibrahim Akbar di sebut sebagai ayah dari Ali Musada (Ali Murtadho) dan Ali
Rahmatullah, dua bersaudara yang kelak dikenal dengan sebutan Raja Pandhita dan
Sunan Ampel.
Babad Tanah Jawa , dan Babad Cirebon menuturkan bahwa sewaktu Ibrahim
Asmoro datang ke Champa, Raja Champa belum memeluk Islam. Ibrahim Asmoro
tinggal di Gunung Sukasari dan menyebarkan agama Islam kepada penduduk
Champa.Raja Champa murka dan memerintahkan untuk membunuh Ibrahim Asmoro beserta
semua orang yang sudah memeluk agama Islam. Namun, usaha raja itu gagal, karena
ia keburu meninggal sebelum berhasil menumpas Ibrahim Asmoro dan orang-orang
Champa yang memeluk agama Islam. Bahkan, Ibrahim Asmoro kemudian menikahi Dewi
Candra wulan, puteri Raja Champa tersebut. Dari pernikahan itulah lahir Ali
Murtolo (Ali Murtadho) dan Ali Rahmatullah yang kelak menjadi Raja Pandhito dan
Sunan Ampel Babad Tanah Jawa, dan Babad Cirebon menuturkan bahwa sewaktu
Ibrahim Asmoro datang ke Champa, Raja Champa belum memeluk Islam. Ibrahim
Asmoro tinggal di Gunung Sukasari dan menyebarkan agama Islam kepada penduduk
Champa.Raja Champa murka dan memerintahkan untuk membunuh Ibrahim Asmara beserta
semua orang yang sudah memeluk agama Islam. Namun, usaha raja itu gagal, karena
ia keburu meninggal sebelum berhasil menumpas Ibrahim Asmoro dan orang-orang
Champa yang memeluk agama Islam. Bahkan, Ibrahim Asmoro kemudian menikahi Dewi
Candrawulan, puteri Raja Champa tersebut.Dari pernikahan itulah lahir Ali
Murtolo (Ali Murtadho) dan Ali Rahmatullah yang kelak menjadi Raja Pandhito dan
Sunan Ampel.
Menurut urutan kronologi waktu, Syekh Ibrahim Asmoro qondi diperkirakan
datang ke Jawa pada sekitar tahun 1362 Saka/1440 Masehi, bersama dua orang
putera dan seorang kemenakannya serta sejumlah kerabat, dengan tujuan menghadap
Raja Majapahit yang menikahi adik istrinya, yaitu Dewi Darawati. Sebelum ke
Jawa, rombongan Syekh Ibrahim Asmoroqondi singgah dulu ke Palembang untuk
memperkenalkan agama Islam kepada Adipati Palembang, Arya Damar.Setelah
berhasil mengislamkan Adipati
Palembang, Arya Damar (yang namanya diganti menjadi Ario Abdullah) dan
keluarganya.Syekh Ibrahim Asmoro qondi beserta putera dan kemenakannya
melanjutkan perjalanan ke Pulau Jawa. Rombongan mendarat di sebelah timur
bandar Tuban, yang disebut Gesik (sekarang Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang,
Kabupaten Tuban).
Pendaratan Syekh Ibrahim Asmoro qondi di Gesik dewasa itu dapat dipahami
sebagai suatu sikap kehati-hatian seorang penyebar dakwah Islam. Mengingat
Bandar Tuban saat itu adalah bandar pelabuhan utama Majapahit.Itu sebabnya
Syekh Ibrahim Asmoro qondi beserta rombongan tinggal agak jauh di sebelah timur
pelabuhan Tuban, yaitu di Gesik untuk berdakwah menyebarkan kebenaran Islam
kepada penduduk sekitar. Sebuah kitab tulisan tangan yang dikenal di kalangan
pesantren dengan namaUsui Nem Bis, yaitu sejilid kitab berisi enam kitab dengan
enam bismillahirrahmanirrahim, ditulis atas nama Syekh Ibrahim Asmoro qondi.
Itu berarti, sambil berdakwah menyiarkan agama Islam, Syekh Ibrahim Asmoro qondi
juga menyusun sebuah kitab.
Menurut cerita tutur yang berkembang di masyarakat, Syekh Ibrahim Asmoro qondi
dikisahkan tidak lama berdakwah di Gesik. Sebelum tujuannya ke ibu kota
Majapahit terwujud, Syekh Ibrahim Asmoro qondi di kabarkan meninggal dunia.
Beliau di makamkan di Gesik tak jauh dari pantai. Karena di anggap penyebar
Islam pertama di Gesik dan juga ayah dari tokoh Sunan Ampel, makam Syekh
Ibrahim Asmoro qondi dikeramatkan masyarakat dan dikenal dengan sebutan makam
Sunan Gagesik atau Sunan Gesik. Dikisahkan bahwa sepeninggal Syekh Ibrahim
Asmoro qondi, putera-puteranya Ali Murtadho dan Ali Rahmatullah beserta
kemenakannya, Raden Burereh (Abu Hurairah) beserta beberapa kerabat asal Champa
lainnya, melanjutkan perjalanan ke ibu kota Majapahit untuk menemui bibi mereka
Dewi Darawati yang menikah dengan Raja Majapahit. Perjalanan ke ibu kota
Majapahit dilakukan dengan mengikuti jalan darat dari Pelabuhan Tuban ke Kota raja
Majapahit........
Ini
history sejarah Syekh Ibrahim Asmoro Qondi, tentang kebenaran nya Allah
hu alam, saya hanya menyimak saja......lalu saya melanjut kan perjalanan lagi
mau menuju Desa Blimbing Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur,
dengan tujuan bekerja sebagai foto Amatier/dengan sebutan tukang foto keliling
pada waktu camera manual masih belum tenggelam, tapi kini camera manual sudah
terkubur di telan masa, kini mengikuti zaman beralih ke camera
digital........kenangan demi kenangan ku coretkan pengalaman ku ini di sini,..
kini saya tidak seperti dulu lagi tiap hari hidupku di jalanan, tidurpun ber
atap kan langit dan bantal dan kasur di batu/lantai seada nya, Wabilahhi
walaitofiq walhidayah wasalam mualaikum warah matullahhi
wabarakatuhu............#Colection Son Rove......Putra kelana...........